Berkawan Tolstoy
Kita tidak pernah menjabat tangannya, tapi mungkin kita akan ingin. Kemudian berhenti sejenak untuk melihat matanya, menunggunya tersenyum, mungkin memeluknya. Seseorang bisa sangat menyukai karya-karya Tolstoy, tapi lebih dari itu, adalah pria itu sendiri. Lebih dari itu, adalah keputusannya untuk bertahan hidup terlepas maknanya yang begitu suram, hampir tak tertolong.
Dalam Pengakuan, Tolstoy mengatakan hal-hal menyedihkan semacam mencurangi diri sendiri dengan menjauhkan tali-temali dari kamarnya hanya supaya ia tidak gantung diri, berhenti berburu dengan senjata api hanya supaya tidak menggunakan benda itu pada dirinya sendiri. Hidup, betapapun memuakkannya, dan sebaik apapun ia mengetahui absurditasnya, ia masih bersedia menghirup udara dan menghembuskannya, hari demi hari.
Tolstoy menguraikan empat cara yang biasa dipilih orang untuk menghadapi hidup. Pertama adalah apa yang ia sebut sebagai kedunguan, yakni orang-orang yang tak menyadari ketakbermaknaan hidup dan bahwasanya kematian menanti di ujung jalan, mereka hanya terus bersenang-senang dengan ketidaktahuan mereka, dengan begitu dungunya. Kedua adalah cara epicurean, yang menurutnya juga cukup dungu, sebab meski sadar absurditas hidup, mereka lupa kematian menanti di ujung jalan, orang bersenang-senang oleh sebab mereka mampu dan lupa bahwa kesenangan itu akan berakhir. Tak semua orang memiliki kekayaan dan privilege yang cukup untuk bersikap epicurean dan Tolstoy tidak bisa tidak melihat ini. Maka ia memutuskan untuk tidak memihaknya. Yang ketiga adalah yang baginya luar biasa namun tak kan pernah sanggup ia lakukan; bunuh diri. Dan yang keempat adalah, karena ia tak mampu melakukan yang ketiga, maka hidup! Hidup saja. Hidup dalam depresi berkepanjangan, dalam pengetahuan akan absurditas hidup, dalam pengetahuan akan kematian selalu lebih baik dari pada kehidupan, sebab tak ada yang bisa dilakukan selain itu. Itu adalah jalan yang ia pilih, bersama Schopenhauer (Tolstoy sangat menyukai Schopenhauer, mungkin seperti aku menyukainya).
Buku ini mungkin berisi jawaban, tapi juga lebih banyak memunculkan pertanyaan. Normalnya, selesai membaca buku seseorang akan merasa terisi dan merasa yakin akan suatu hal, membaca buku ini seseorang akan merasa kosong dan mempertanyakan segala hal. Apa itu buruk? tidak sama sekali. Jika kau pecinta kegiatan berbaring sembari menatap langit atau langit-langit, dan berpikir tentang hidup dan apa-apa yang muram tentangnya dan apa yang nyata, buku ini sangat bagus untukmu. Ia bisa membuatmu depresi atau tambah depresi, tetapi secara bersamaan, menyembuhkan. Bila tidak bisa disebut begitu, katakanlah, ia memberimu coping mechanism yang bisa disebut ‘mau gimana lagi’, dan ini sudah cukup bagus untuk kita yang sanksi, malas antri, malas bayar, orang yang berwenang menentukan apa kita ini gila atau apa, atau apakah kita ini gila sedikit atau gila sangat banyak.
Seseorang mengatakan padaku bahwa jembatan-jembatan kadang begitu menggiurkan untuk diterobos pagarnya, itu tidak salah, menurutku. Maka, demikian pula tali temali, pisau dapur, dan kereta yang melaju 120KM per jam. Apakah ini kegilaan? atau apakah mereka yang semacam itu adalah orang yang sepenuhnya sadar?
“Mungkinkah bahwa Schopenhauer dan aku adalah satu-satunya yang cukup brilian untuk menyadari bahwa hidup itu tak bermakna dan jahat?” (Pengakuan, 86).
Namun, mungkin saja, Tolstoy melupakan cara kelima. Yakni hidup dengan setengah cara kedua dan setengah cara keempat.
Kita bisa menganggap hidup ini tak bermakna sembari menikmati es krim di siang terik. Tentu, itu memang karena seseorang mampu melakukannya, seperti para epicurean. Namun bukan berarti ia lebih memilih hidup dari pada mati. Tidak. Mungkin ia akan selalu lebih memilih mati ketimbang apapun, masih menanti-nanti kapan tibanya ketiadaan itu tanpa berani mendatangkannya sendiri, dan sembari demikian, masih menikmati makan enak, sore yang sejuk, film yang seru. Bagi seseorang, itu bisa jadi hanya makan enak, film bagus, sore yang sejuk, bagimu dan orang lainnya lagi, bisa berbeda dan bisa apapun. Itu bisa jadi kebersamaan dengan seseorang yang kau cintai, bisa jadi kemenangan klub sepak bola favorit, bisa jadi hanya sekadar mengobrol dengan sahabat dekat. Aku berharap, semua itu cukup dijadikan kekuatan untuk bertahan, sebab bertahan dengan cara Tolstoy bertahan pasti sangat menyakitkan.
Aku betul-betul sedih bila Tolstoy betul-betul tidak bisa merasakan gejolak-gejolak itu, yang membuat hidup sedikit tampak tertanggungkan dan sedikit baik, tapi ia adalah pria yang bertahan, dan penghormatanku terhadap perjuangannya bertahan untuk tetap hidup, tiada tara. Tolstoy meninggal akibat pneumonia di stasiun kereta api Astapovo. Dan aku yakin ia bahagia begitu sadar akan meninggalkan dunia ini.
- BERGABUNG
4 Maret 2025